Garap Lahan HTI untuk Kebun Sawit, Bos PT PSJ Terancam Sanksi Pidana
Selasa, 21 Januari 2020 - 23:04:34 WIB
 

TERKAIT:
   
 

PEKANBARU (DRC) - Upaya penghadangan eksekusi lahan ilegal yang dikuasai PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ) seluas 3.323 hektare di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT NWR dinilai perbuatan melawan hukum. Aparat hukum harus tegas sebagaimana diatur Pasal 212 atau 216 KUHP yang ancaman hukumannya satu tahun atau empat bulan bagi yang siapapun menghalangi eksekusi.
Kalaupun PT Peputra punya celah untuk melakukan penolakan, mestinya dengan melakukan peninjauan kembali (PK), bukan mendorong masyarakat untuk melakukan penghadangan eksekusi. PT PSJ seharusnya mengedukasi masyarakat yang berkonflik untuk menyelesaikan persoalan itu secara hukum. 
Eksekusi adalah sebuah tindakan yang sudah inkrah dalam konteks perdatanya. Sedangkan pidananya ada di UU Kehutanan dan UU Perkebunan. "Kita minta Kapolda menangkap pimpinan PT PSJ. Negara jangan mau kalah pada orang yang tidak taat pada putusan pengadilan," ujar Ketua Umum LSM Forum Riau Bersatu Ir Robert Hendrico kepada wartawan, kemarin. 
Lanjut Robert lagi, PT Peputra Supra Jaya dinilai tidak memiliki izin dari Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan hanya mengambil kawasan hutan PT Nawaraya (PT NWR). Surat yang dikantongi hanya dari Bupati Pelalawan Rustam Efendi pada tahun 2011 yang menerbitkan izin kepada PT PSJ yang lahannya masuk kedalam Hutan Tanaman Industri (HTI). 
"Faktanya mereka hanya memperoleh IUP yang notabenenya harus diurus lebih lanjut untuk ijin HGU-nya. Faktanya lagi, areal yang mereka kerjakan berdasarkan peta IUP tidak sesuai dengan letaknya. Mereka malah mengerjakan dalam areal konsesi PT NWR yang merupakan kawasan hutan negara," jelas Robert merincikan.
Perusahaan ini dianggap telah menguasai kawasan hutan yang dijadikan perkebunan sawit tanpa ada perizinan dari Kementerian Kehutanan, sehingga menanggung resiko sanksi pidana. Hal itu sebagaimana PT WNR sudah melakukan gugatan yang prosesnya cukup panjang hingga terbitnya inkrah dari Mahkamah Agung (MA). 
"Jadi, PT PSJ harus mengganti seluruh kerugian negara, pajak dan lain-lain, hingga mencabut izin PT PSJ serta tangkap pimpinan PT PSJ. Tujuannya supaya ada efek jera," imbuh Robert lagi.
LSM Riau Bersatu juga sangat menyayangkan tindakan kehadiran anggota DPRD Riau yang diduga mem-provokatif masalah ini. Seharusnya anggota dewan itu memberi pandangan dan edukasi tentang keluarnya keputusan Mahkamah Agung untuk perintah eksekusi lahan 3.323 hektare itu. "Bahwa kawawasan hutan tidak boleh diduduki ataupun dijadikan kebun sawit. Kalaupun dijadikan kebun sawit ia harus memiliki izin pengalihan lahan dari Kehutanan," pungkasnya. 
Pendapat LSM Forum Riau Bersatu ini menjelaskan, memperjuangkan masyarakat, ada caranya. Jangan setelah dilakukan eksekusi, masyarakat ditempatkan pada garda terdepan, bahwa seolah-olah sawit masyarakat, sedangkan sawit itu milik perusahaan sendiri. 

Bisa Dipidana
Sementara itu, ahli hukum pidana Dr Muhammad Nurul Huda SH MH mengatakan bahwa kehadiran anggota dewan dalam proses eksekusi bisa dituduh menghasut masyarakat untuk menghalang-halangi eksekusi. Dan itu bisa di pidana menurut Pasal 53 Junto Pasal 160 Junto Pasal 216 KUHP, tegasnya.
"Memang harus diusir. Sebab bisa dituduh menghasut masyarakat untuk menghalang-halangi eksekusi. Dan itu bisa di pidana menurut Pasal 53 Junto Pasal 160 Junto Pasal 216 KUHP," tegasnya.
Menurut ahli hukum yang juga Direktur Forum Masyarakat Bersih (Formasi) Riau ini, seharusnya anggota dewan itu tidak perlu datang ke lokasi. Jika memang dinilai ada kesalahan dalam proses eksekusi, maka Ia bisa memanggil para petugas eksekusi.
"Harusnya panggil saja, kenapa dieksekusi. Ngapain harus datang ke situ. Nanti kalau terjadi apa-apa emang mau anggota dewan itu bertanggungjawab?" tuturnya.
Nurul Huda mengingatkan, tindakan penghalangan eksekusi merupakan tindakan yang tidak baik, karena Indonesia adalah negara hukum maka sudah selayaknya masyarakat patuh dan tunduk pada mekanisme hukum yang telah ada. Jika hal itu terus berlanjut, maka akan ada konsekuensi hukum yang harus diterima bagi orang yang tidak taat hukum.
"Jangan lupa, ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi eksekusi putusan pengadilan, itu bisa dipenjara satu tahun atau empat bulan, hal ini tertuang dalam pasal 212 atau 216 KUHPidana," tutup Dosen Pascasarjana UIR itu.
Lanjut Nurul Huda, PT PSJ mestinya mengedukasi masyarakat yang berkonflik untuk menyelesaikan persoalan secara hukum. "Bukannya malah memancing masyarakat untuk terlibat dalam keributan yang seharusnya tidak perlu dilakukan," terang Nurul Huda.
Lanjutnya, Formasi Riau minta penegak hukum periksa pejabat terkait PT PSJ, mulai dari Bupati pelalawan pada tahun 2008 yang telah mengeluarkan izin lokasi. Lalu Bupati Pelalawan pada tahun 2011 juga harus dimintai keterangannya karena telah mengeluarkan izin usaha perkebunan. 
Berikutnya periksa Bupati Pelalawan saat ini apakah sudah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap PT PSJ. Serta memeriksa Kadis Perkebunan tahun 2008 dan 2011 dan Kadis Perkebunan Pelalawan saat ini.
Pakar Hukum Pidana yang merupakan Dosen Hukum Pidana Pascasarjana UIR ini mengatakan, jika memang ditemukan ada kelalaian dari pejabat diatas, bisa dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp5 Miliar.
Lebih lanjut, Doktor Huda mengatakan Polda Riau bisa menyelidiki ini. Karena memang ini sudah terbuka lebar dan terlihat jelas. Ini tinggal kemauan saja dari Penegak hukum. Tentu rakyat menunggu semua ini. Benar atau salahnya kita kembalikan ke penegak hukum.
Huda cukup yakin, Kapolda Riau Pak Agung mampu menyelesaikan ini. Karena memang komitmen Pak Agung dalam penegakan hukum di Riau sangat baik sampai saat ini.

Pakar Hukum UIR
Sementara itu, DR Erdianto selaku Pakar Hukum Pidana UR, seperti dilansir riauterkini mengatakan, bahwa putusan peradilan yang sudah in kracht van geweistge tidak dapat lagi diadakan perlawanan. Kalaupun ada upaya hukum luar biasa seperti peninjauan kembali (PK), upaya hukum tersebut tidak menunda dilaksakannya eksekusi.
"Asas hukum menyatakan lex dura septimen scripta, hukum itu keras, tetapi harus ditegakkan. Dalam sebuah putusan tentu ada pihak yang merasa tidak diuntungkan atau ada tetapi itu lah putusan pengadilan," tuturnya.
Terangnya, Jaksa selaku eksekutor tidak punya opsi untuk melakukan eksekusi atau tidak karena memang sudah kewajibannya melaksanakan putusan.
Dalam melakukan eksekusi, jaksa tentu tidak sendiri, perlu melibatkan pihak lain. Contoh dalam eksekusi putusan berupa pemidanaan, jaksa melakukan eksekusi dengan cara menyerahkan terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan bukan dengan cara Jaksa yang langsung memasukkan terpidana ke dalam Lapas.
Kemudian petugas Lapaslah yang selanjutnya menempatkan terpidana ke dalam tempat-tempat menurut ketentuan pemasyarakatan. Demikian pula dengan eksekusi putusan berupa perampasan barang-barang tertentu, Jaksa dibantu oleh petugas penegak hukum yang lain.
"Nah, dalam putusan perkara ini dinyatakan bahwa ke negara hukum yang juga dilibatkan dalam melaksanakan eksekusi adalah dinas kehutanan yaitu untuk menertibkan kawasan yang dieksekusi sebagaimana yang dinyatakan dalam amar putusan," rincinya.
Sementara menurutnya, anggota DPR atau DPRD melaksanakan fungsi pengawasan, budgeting dan legislasi, dalam hal ada keluhan masyarakat anggota legislatif dapat melakukan pengawasan tetapi tidak dalam bentuk menghalangi proses eksekusi. Sebab pelaksanaan eksekusi adalah kewajiban hukum yang harus dilaksanakan oleh penegak hukum.
Terkait hal ini, pihak perusahaan PT PSJ yang disebut-sebut bernama Maria belum memberikan keterangan jelas. Pesan konfirmasi via SMS yang dikirimkan hanya dijawab singklat kalau ia sudah lama tidak bekerja di perusahaan tersebut. "Maaf pak, saya tak tahu, saya sudah lama berhenti jadi tak tahu," jawabnya singkat melalui SMS terkirim ke media ini. 
Diberitakan sebelumnya, Tim gabungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Polres Pelalawan dan instansi terkait akhirnya membatalkan eksekusi lahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan Riau.
Tim yang turun akhirnya ''putar balik'' karena dihadang kelompok tani mitra PT PSJ, Senin (13/1/2020).
Informasi yang dihimpun, masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani mitra PT PSJ itu melakukan aksi penolakan eksekusi lahan sejak hari Minggu (12/1/2020) malam. Mereka memasang spanduk penolakan eksekusi, selain itu masyarakat juga menginap di lokasi lahan yang akan di eksekusi.
Eksekusi seharusnya dilakukan terhadap lahan PT PSJ seluas 3.323 hektare itu karena ilegal sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT NWR. (rw)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -