Hadapi Dinamika Perubahan, Wagubri Serukan Jaga dan Kawal Semangat Pembauran dari Keberagaman
Sabtu, 05 Desember 2020 - 14:54:13 WIB
 

TERKAIT:
   
 

PEKANBARU (DRC) - Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Brigjend TNI Purnawirawan Eddy Natar Nasution SIP, Sabtu (05/12/2020) resmi membuka Seminar Percepatan Pembauran dalam Pembangunan Daerah Riau. Seminar yang ditaja Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) dibuka secara luring oleh Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Brigjend TNI Purnawirawan Eddy Natar Nasution SIP.

Wagubri yang didaulat sebagai keynotespeaker dalam sambutannya mengatakan 
seminar percepatan pembauran ini dinilai sangat penting dalam menghadapi dinamika perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, terutama di Provinsi Riau. Dan Pemerintah Provinsi Riau tentu selalu mengawal dan mengayomi seluruh rakyat yang tinggal di daerah ini melalui kebijakan dan peraturan yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan berdasarkan keadilan. 

"Karena itu, semua pihak tanpa terkecuali diharapkan dapat menaatinya. Dengan demikian, usaha untuk menjaga dan merawat pembauran di Provinsi Riau baik secara formal maupun nonformal dapat terus berlanjut. Tentu masalah dan dinamika pembauran kebangsaan ini akan menjadi kajian dan pembahasan menarik dalam seminar ini," harap Mantan Danrem 031/Wira Bima ini.

Dalam rangka menjaga dan merawat pembauran di Provinsi Riau pada era globalisasi dan keterbukaan saat ini, papar Eddy Natar, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat serta batas-batas negara yang semakin kabur, tantangan dan hambatan untuk menjaga dan merawat pembauran juga semakin besar.

"Globalisasi sebagai sebuah realitas tidak dapat dihindari. Globalisasi membentuk hubungan lintas negara dan berlalulintas tersebut memperlihatkan adanya ketergantungan satu dengan yang lain serta saling membutuhkan dan melengkapi. Pada satu sisi perkembangan telah memberi dampak positif dan kita dapat merasakan manfaatnya," ulas Eddy Natar.

Realitasnya, sebut Wagubri, globalisasi tidak hanya menawarkan dinamika dampak positif. Tidak dapat dinafikan berbagai permasalahan juga harus ditanggung terkait globalisasi tersebut. Yang dalam konteks ini dilihat sebagai tantangan.

"Berbagai nilai dengan identitas paham baik yang sudah lazim dikenal maupun yang mengambil bentuk baru, berseliweran menyertai tata pergaulan dan interaksi di tengah arus globalisasi. Setidaknya berbagai nilai dapat dilihat masyarakat dengan hubungannya dengan dunia maya serta akses terhadap informasi yang difasilitasi secara luas inelalui internet," beber Wagubri.

Tantangan yang dihadapi, ungkap Eddy Natar, berkembangnya berbagai paham yang kurang sesuai dengan nilai-nilai ideologi Pancasila. Akibatnya, timbul pola pikir, sikap, dan perilaku masyarakat yang kurang selaras dengan nilai-nilai kebersamaan.

Disamping itu, Kehadiran media sosial di tengah kemajuan teknologi informasi seolah menjadi potret kecanggihan manusia modern, dalam menciptakan layanan inovatif yang bermanfaat bagi kelancaran relasi diantara individu manusia di berbagai belahan dunia. Pemanfaatan media sosial dalam konteks masa kini merupakan instrumen penting untuk mempermudah interaksi dan jaringan dalam berbagai aspek kehidupan.

"Manusia modern sekarang ini seolah tidak bisa lepas dari media sosial yang dipergunakan untuk berbagai kepentingan baik kepentingan bisnis media aspirasi, kritik, maupun kepentingan politik demi memperoleh dukungan dari rakyat. Melalui media sosial manusia dengan mudah berkomunikasi dengan sejawatnya tanpa hambatan apa pun. Bisa dikatakan, bahwa saat ini umat manusia telah sampai pada penjajahan global (global colonizing), sebuah petualangan jagat alam raya maya yang melampaui realitas. Dari kemajuan inilah, muncul berbagai harapan, euforia dan optimisme dalam menyambut datangnya sebuah era baru (new age) yang tidak terbungkus oleh sekat-sekat geografis, ideologis dan batasan-batasan normatif-etis dalam menjelajahi dunia realitas," ulas Eddy Natar.

Dikatakannya, perkembangan media sosial telah memungkinkan manusia hidup dalam dunia yang disebut "desa global" (global village), sebuah dunia yang tak lebih besar dari layar kaca. Realitas virtual inilah, yang akan memberikan jaminan yang lebih dari sekadar realitas kosong (vacum reality), sehingga kebenaran dan kesalahan ditentukan oleh banyaknya kesenangan dan ketidaksenangan yang diakibatkannya.

"Permasalahan yang masih menjadi beban kita sebagai bangsa yang beragam adalah radikalisme. Radikalisme disebabkan oleh minimnya pemahaman agama. Belajar agama secara dangkal dapat memicu mereka melakukan kekerasan, bahkan atas nama agama," katanya.

Sedangkan narasumber yang dihadirkan yakni Dosen Pascasarjana Institute Bisnis dan Teknologi Pelita Indonesia Dr Nyoto PhD, memaparkan materi Sumbangan Pemikiran Akdemisi dan Perguruan Tinggi bagaimana proses pembauran di Indonesia 
dari perspektif ke Tionghoa-an).

Dijelaskan,  proses pembauran di Indonesia telah lama terjadi. Pasang surutnya tak terlepas dari politik kebijajan pemerintah. Puncaknya terlihat pada tahun 1955 ketika Pemilu yang diikuti banyak partai, pembauran berbagai suku,  termasuk Tionghoa. Selanjutnya berubah setelah terbitnya PP Nomor 10, yang membatasi domisili suku Tionghoa. 
"Saatnya kita lebih pada memperbincangkan implementasi apa yang lebih tepat mengatasi fenomena lunturnya derahat cibta bangsa, gesekan sosial yang sensitif,  persoalan SARA dan lainnya," seru Nyoto. 

Sedangkan Ketua FPK Riau Ir AZ Fachri Yasin MAgr memaparkan materi Peran Paguyuban dalam Peningkatan Percepatan Pembauran.

"Pembauran antar agama, suku,  budaya dan etnis sangat penting bagi bangsa Indonesia yang multi kultural,  yang memiliki 1.340 suku bangsa dan 652 bahasa daerah.  Membaurnya antar kelompok masyarakat dalam suatu wadah membetikan dampak terhadap tumbuhnya semangat keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa," sebut Fachri Yasin. (ridwan) 


 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -