JAKARTA (DetakRiau.com) Indonesia akan mengalami stagnasi
industrialisasi apabila penambahan suplai listrik masih berjalan
bisnis is
usual, malah sekarang arahnya semakin banyak industri yang tutup
sehingga ikut berpengaruh pada kontribusi industri pada Produk Domestik
Bruto, PDB, sekitar 18 persen pada tahun 2016 dengan tren yang
terus menurun.
Bob Soelaiman Efendi pengamat Ekonomi Energi yang juga anggota bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup KADIN mengatakan dalam diskusi dengan tema: Energi Terbarukan di ruang Press Room DPR RI Jakarta Jumat (28/4/2017).
Diperlukan
Big Scale suplai listrik baru dan besar jika industri mau diselamatkan, dengan memanfaatkan energi hidro, geothermal dan energi nuklir generasi IV, yang murah dan bersih. "Saya menolak pemanfaatan batubara karena biaya polusinya lebih mahal dibandingkan dengan harga jual listrik yang di banyak tempat PLTU Batubara telah ditutup", tegasnya.
Saya sependapat untuk pembangunan listrik 4.000 Megawatt pertahun sudah tak bisa diandalkan lagi untuk mengimbangi kebutuhan listrik industri, yang mengakibatkan pelaku industri ikut menanggung biaya yang lebih mahal.
Dikarenakan kedepan paling tidak kita masih memerlukan suplai listrik lebih besar, minimal kita harus membangun pembangkit listrik 10.000 Megawatt per tahunnya dengan tak bergantung pada satu investor besar. Mengapa, karena apabila biaya listrik mahal, yang menanggung beban tidak cuma industri tapi juga dirasakan oleh masarakat yang menggunakan listrik hanya untuk penerangan rumah.
"Saya yakin dengan dibangunnya listrik
Big Scale maka listrik murah akan menciptakan kesejahteraan untuk rakyat dan industri dalam negeri sehingga bisa bersaing dengan produk negara lain", imbuhnya.
Bob Soelaiman menolak kalau jurus
Big Scale disamakan dengan liberalisasi. "Justru sebaliknya kita mau menyiapkan listrik murah untuk industri dan kebutuhan rumah tangga yang disuplai dari enargi baru dan terbarukan", paparnya.
Sampai sekarang dari sisi permintaan, demand listrik masih sangat besar, cuma dari sisi suplai kurang, makanya banyak investor yang dalam posisi menunggu, tuturnya
Satya Widya Yudha wakil Ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar ditempat yang sama menyatakan UU tentang Panas Bumi atau Geothermal sebenarnya telah memberikan kemudahan pada investor tapi dalam implementasi tidak mudah dilapangan, utamanya di wilayah eksplorasi hutan yang harus berhadapan dengan LSM yang punya cara pandang yang berbeda. Erwin Kurai.