JAKARTA (DetakRiau.com) Tiga pimpinan MPR dari Parpol Islam menggelar buka puasa bersama dikediaman resmi pejabat tinggi MPR secara terpisah pada hari yang berurutan sejak Jumat, Sabtu dan Minggu (27/5/2018), pada 10 hari
pertama di bulan Ramadhan. Pengelompokan makin kentara.
Dengan diawali buka puasa bersama di kediaman resmi di Jalan Widya Chandra IV Jakarta Selatan. Ketua MPR Zulkifli Hasan yang berasal dari Partai Amanat Nasional menjadi tuan rumah pertama untuk buka puasa bersama dengan mengundang tokoh Islam modern antara lain Amien Rais, Jimly Ashidiqie dan Ismeth Abdullah tanpa dihadiri oleh pimpinan MPR yang lain.
Hari Sabtu menyusul wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahif dari Partai Keadilan Sejahtera menggelar acara yang sama di kediaman resmi wakil Ketua MPR di Jalan Kemang Selatan dengan mengundang duta besar negara sahabat yang berasal dari Arab dan ormas.
Hari Minggu kemarin, giliran Muhaimin Iskandar Wakil ketua MPR yang baru dilantik dua bulan lalu. Menggelar buka puasa bersama dikediaman resmi di jalan Widya Chandra IV yang cuma berjarak 50 meter dari kediaman Ketua MPR. Juga tidak dihadiri pimpinan MPR yang lain kecuali santri sarungan pimpinan Muhaimin Iskandar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa. Yang menikmati buka puasa bersama sama ummat sampai usai.
Simbolisme
Azyumardi Azra mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta hadapan Ketua MPR (25/5/2018) mengingatkan, bila disimak kembali kecendrungan politik Indonesia sejak masa reformasi kususnya, simbolisme Islam atau mungkin juga agama lain dalam politik Indonesia tidak pernah efektif.
Teori "jebakan demokrasi" tidak aplikabel dalam pengalaman demokrasi Indonesia. Menurut teori ini yang berlaku dalam negara berpenduduk mayoritas Muslim (termasuk Indonesia) hanya menghasilkan kekuasaan parpol Islamis kemudian menggunakan demokrasi untuk melaksanakan agenda agenda sendiri mengubah konstitusi dan merencanakan penerapan syariah Islam, jelasnya.
Melihat ke empat hasil pemilu,kata Mardi lag, jelas demokrasi trap tidak berlaku dalam demokrasi Indonesia. Berlakunya demokrasi trap dalam pemilu Tunisia dan Mesir 2012 meski mungkin mengilhami parpol Islam tertentu di Indonesia. Teori demokrasi trap ini nampaknya juga bakal gagal, jelas ulama yang berasal dari Pariaman ini
Dijelaskan, bahwa perubahan sosio ekonomis dan pendidikan dalam dua dasawarsa terakhir membuat politik aliran hampir tidak ada bekasnya dalam prilaku politik Muslim, tegasnya. Walau dengan deklarasi dengan teriakan takbir Allahu Akbar, kata Mardi lagi.
Hidayat Nur Wahid membuat pernyataan gebrakan baru, dikatakan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan tradisi yang ada khas indonesa seperti buka puasa bersama. "Kami ingin melanjutkan tradisi yang baik", tandasnya dengan terang terangan.
Lebih lanjut dikatakan, Islam sangat manusiawi, humanis dan sosiologis serta menjaga kebersamaan, kata Imin dan Hidayat. Jauh dari segala yang bisa dilekatkan dengan terorisme, ujar Hidayat.
"Saya mengatakan bahwa mereka yang melakukan teror, korbannya selain saudara saudara kita, kita juga Islam. Sehingga kemudian salah paham tentang Islam. Salah paham tentang takbir dan lainnya", pungkasnya. Erwin Kurai.